Kamis, 15 Mei 2014

Menuju Indonesia Emas 2045

Program 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2045 diharapkan menjadi tonggak Indonesia Emas pada saat peringatannya dan realitasnya. Indonesia Emas dimaknai dengan kondisi negara yang Maju, Makmur, Modern, Madani, dihuni oleh masyarakat yang berperadaban seperti yang dimaksud. Persiapan selama kurang lebih 40 tahun sebelumnya, sejak diberlakukan undang-undang Pendidikan Nasional, dan undang-undang Guru dan Dosen — sebutlah sejak 2005, Pemerintah telah mempersiapkan perangkat aturan terkait dengan tujuan itu. Sebutlah salah satunya adalah menetapkan aturan tentang PAUD dan mengimplementasikannya di seluruh pelosok negeri. Penegasan pendidikan di PAUD berbasis Pembangunan Karakter dan Budipekerti berbasis Budaya dan Kearifan lokal diharapkan menjadi pondasi mental yang tangguh anak-anak bangsa pada tataran pendidikan yang paling rendah. Output dari PAUD akan menjadi input di TK, dan output TK akan menjadi input di SD dan secara berkesinambungan ke jenjang berikutnya, tetap mendapat penegasan pendidikan berbasis Karakter, Budipekerti, Warisan Budaya, dan Kearifan lokal, sehingga Pemerintah dalam hal ini merombak Kurikulum yang dikenal dengan Kurikulum 2013, Kurikulum Kecakapan Hidup. Implementasi Kurikulum 2013 sendiri sampai tulisan ini dibuat (Mei 2014) masih banyak kedodoran di sana-sini. Sebagai contoh proses rekruitmen dan penularan para Instruktur Kurikulum yang belum beres, Perubahan buku teks dan buku pegangan guru terkait Kurikulum 2013 belum beres juga. artinya yang sudah tercetak akan tidak terpakai dan rencana akan dicetak baru. Apalagi Implementasi di lapangan, di sekolah-sekolah banyak yang kedodoran dan asal-asalan. Di satu sisi pembenahan tenaga pendidik secara stimulan terus dilakukan dengan bingkai mencetak guru profesional, dari guru-guru yang sudah ada kontinyu disertifikasi dan mahasiswa keguruan maupun non keguruan yang berminat menjadi guru dan sudah lulus sarjana wajib mengikuti PPG. Semuanya memang masih berproses, namun dari yang sudah terjadi tidak ada salahnya untuk di evaluasi.

Realitasnya Indonesia Emas diprioritaskan cukup 100 tahun terwujud — tidak perlu seperti Amerika Serikat yang perlu waktu 200 tahun untuk menjadi negara maju — , telah dipikir dan diperhitungkan oleh para cerdik pandai, tokoh-tokoh nasional negara ini dengan bijaksana. Kerangka besarnya sangat kuat dan indah, namun kerangka-kerangka kecilnya perlu diawasi dan dianalisis secara detail kemajuannya. Beberapa analisis muncul di benak penulis yang membuat gundah dan gamang akan kesuksesan tujuan besar dan mulia Menuju Indonesia Emas ini. Pertama, pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan nasional maupun Departemen terkait lainnya, melaksanakannya, merealisasikan blue print visi Indonesia Emas ini hanya sebatas proyek. Proyek yang dilakukan per program yang ditargetkan. Apalagi terkesan Proyek akan jalan jika ada pendanaan, dan proyek akan berhenti jika sudah tidak ada dana. Walhasil, kekontinuitas program tidak jalan, hal demikian tercopy sampai jajaran tingkat yang paling bawah– sekolah–. Hasilnya apa ? produk program yang serba parsial -- patah-patah–, bahkan putus sama sekali. Sebut saja sebagai contoh, pendidikan karakter dan budaya yang seharusnya terintegratif di setiap mata pelajaran di segala jenjang pendidikan, sekarang ini mati kutu. Kurikulum baru yang nota bene sebagai kurikulum berbasis Kecakapan Hidup — melatih murid agar mampu survival di masa depan, dengan mengedepankan vokasional, prakarya, masih tumpang tindih pelaksanaannya di lapangan.

Kedua, tingkat perencanaan yang rendah tampak menyolok sekali terjadi di jenjang pusat maupun daerah. Terlihat fenomena sekedar berani dulu, nanti kalau ada yang tidak sesuai akan dibetulkan. Apalagi tidak semua elemen bangsa memahami visi Indonesia Emas ini yang memang minim sosialisasi. Taruh contoh pembubaran Sekolah Bertaraf Internasional, pencetakan buku ajar baru kurikulum 2014 dengan membuang buku-buku yang sudah terlanjur di cetak, Kebingungan praktisi pendidikan di tingkat sekolah terhadap implementasi pelaksanaan kurikulum 2014, penyajian pembelajaran dilapangan, dan evaluasinya. Hasilnya tampak sebagai tidak ada perubahan yang berarti pada aplikasi pembelajaran, dan kualitas outputnya.

Ketiga, ketidaksinergisan semua Institusi kenegaraan dalam menyikapi kesuksesan visi Indonesia Emas ini tercermin pada tindakan yang sendiri-sendiri dalam perjalanan bernegara. Terkesan tidak ada kata sepakat untuk menyukseskan program ini. Departemen-departemen lain berjalan sendiri yaang terkesan asal jalan. Seolah beban ini hanya dipikul oleh departemen yang hanya menyelenggarakan pendidikan saja. Sementara di kehidupan sosial masyarakat tidak ada greget sama sekali terhadap visi besar ini, di dunia penyiaran, mass media tetap bebas menayangkan hal-hal yang justru bertentangan dengan visi besar ini. Visi besar ini tidak dianggap sebagai Program Nasional.

Kalau kita tidak segera mengambil sikap Sepakat Nasional terhadap kerja besar ini, Saya kira tidak cukup power untuk kita mewujudkannya. Kita simak sejarah di Amerika Serikat, mereka punya tekad American Growth, sementara Jepang pernah menpunyai Restorasi Meiji, untuk memajukan negaranya– kita sekarang bahkan tidak punya bentuk tekad pasti.

Jayalah Bangsa Indonesia, salam Saatnya Memberi Arti.