Kamis, 12 Februari 2015

"Kebersihan Dimulai dari Lantai yang Bersih"



Kalimat judul di atas tersebut pertama kali saya baca tahun 1991. Saat itu saya barusan lulus S1 dan mulai mengajar di Sekolah Nasional Karangturi Semarang. Saya lupa tanggal dan bulannya, yang jelas saat itu saya sedang men-service motor GL 100 tahun 82 di bengkel AHASS Siliwangi Semarang di jalan Jendral Soedirman Semarang Barat. Tulisan itu terpampang di dinding bagian atas yang berseberangan dengan tempat duduk bagi para customer yang menunggu motornya di servise atau menunggu layanan lain. Ditulis dengan huruf kapital dengan ukuran besar, sehingga siapapun dengan mudah dapat membacanya.
Bagi orang lain mungkin kalimat
"Kebersihan Dimulai dari Lantai yang Bersih" itu biasa saja tanpa makna, tapi bagi saya saat itu yang baru pertama kali membacanya, sangat menggelitik pikiran saya. Saya amati para mekaniknya, dengan setelan werpack putih biru itu, semuanya bersih. Tak ada noda oli setitikpun di masing-masing seragam mereka. Saya amati cara kerja mereka. Ketika pekerjaan belum selesai sesekali mereka mengelap kedua tangan dengan serbet di dekatnya. Mereka jenjaga kebersihan tangannya walau pekerjaan belum selesai. Ketika satu unit motor sudah selesai penservisannya, setiap mekanik bergegas menuju wastafel, mencuci tangan sampai siku dengan sabun. Setelah itu mengambil pel kering, sapu, dan ekrak. Tempat dimana tadi ada motor yang diservise disapu, pasir dan serpihan sampah dibuang ke tempat sampah dan tempat itu dipel, baru mengambil unit motor lain yang giliran diservis.
Saya mengamati sekeliling, ada show room di depan, sales girl nya bersih-bersih, ada kantin kecil juga bersih, kasirnya bersih, mekaniknya bersih. bengkel sebesar ini dengan customer yang selalu penuh, dari yang sekedar servis dan ganti oli sampai yang turun mesin, tak meninggalkan jejak-jejak kotoran di lantainya. Lantai keramik putih itu tetap bersih dan kinclong. Heran, pikiran saya membandingkan dengan bengkel-bengkel di pinggir jalan yang sering saya singgahi. Kotoran oli campur tanah terkadang membeku beberapa cm dari lantai, lantai aslinya ada yang tidak nampak.
Saya baru pertama kali ke bengkel ini, saya membaca tulisan itu “Kebersihan Dimulai dari Lantai yang Bersih” memang slogan yang dibudayakan. Ketika saya ke sana yang berikut-berikutnya, kondisi yang saya gambarkan masih tetap bersih, tidak berubah.
Sejak pertama kali ke bengkel AHASS itu, saya mengadopsi kalimat tersebut ke kelas-kelas yang saya masuki. Saya tidak menyuruh menuliskan tulisan seperti itu besar-besar di dinding, tetapi saya memberikan penanaman budaya dan karakter mereka dimanapun mereka berada, mereka harus ingat akan "Kebersihan Dimulai dari Lantai yang Bersih". Yang paling penting di sini mereka harus mampu mengimplementasikannya, mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka, sepanjang mereka hidup
Sudah 24 tahun berlalu, hal ini baru saya tulis, saya pikir tidak ada salahnya hal yang mungkin sepele ini saya sampaikan. Jika siapapun bisa menerapkan Kebersihan Dimulai dari Lantai yang Bersih, maka ke atas semuanya tetap bisa bersih baik yang tampak maupun yang tidak tampak termasuk jiwa dan batin kita.