Sekali
lagi, menghina Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak seperti
menghina manusia lainnya. Menghina beliau sama saja dengan menghina Allah
sebagai Dzat yang mengutusnya, berarti juga menghina Islam yang dengannya dia
diutus. Jika demikian, wajarkah apabila umat Islam bangkit berdiri memprotes
dan melawan para pencela Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Allah
Ta'ala berfirman:
وَإِنْ نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ مِنْ بَعْدِ عَهْدِهِمْ
وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لَا
أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ
"Jika
mereka merusak sumpah (janji)-nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca
agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena
sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang)
janjinya, agar supaya mereka berhenti." (QS. At-Taubah: 12)
Dalam
ayat di atas, Allah menyebut orang yang mencerca agama sebagai gembong
kekafiran. Tentu saja predikat ini lebih buruk dari sekedar kekafiran belaka.
Karenanya, sebagian ulama menjadikan ayat di atas sebagai dalil untuk
menyatakan wajibnya membunuh setiap orang yang mencaci agama.
Ibnu
Katsir rahimahullah menyatakan dalam tafsirnya, "dari ayat ini
diambil dasar hujjah (argumentasi) untuk membunuh orang yang mencerca Rasul
shallallahu 'alaihi wasallam, atau orang yang mencerca agama Islam atau
mencelanya."
"Dari ayat ini diambil dasar hujjah (argumentasi) untuk
membunuh orang yang mencerca Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, atau orang
yang mencerca agama Islam atau mencelanya."
ibnu katsir
Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata, "Sesungguhnya Allah menjuluki
mereka sebagai gembong kekafiran dikarenakan cercaan mereka terhadap agama.
Maka pastilah, bahwa setiap orang yang mencerca agama adalah gembong
kekafiran." (Ash-Sharimul Maslul, Ibnu Taimiyyah, hlm. 17, 512, 546)
Beliau
berkata lagi, "Sesungguhnya pembunuhan atas orang yang mencela Nabi,
meskipun pencela itu telah dibunuh, ia tetap kafir. Pembunuhan merupakan salah
satu bentuk hukuman di dalam Islam. Pembunuhan itu ditegakkan atasnya bukan
hanya dikarenakan kekafirannya dan penyerangannya saja. Karena hadits-hadits
menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan tindakan yang melebihi kekafiran dan
penyerangan, dan bahwa para sahabat telah memerintahkan hukum bunuh atas
perbuatan seperti itu. Sungguh, telah tetap tentang hukum bunuh atas perbuatan
seperti itu berdasarkan sunnah dan ijma' kaum muslimin." (lihat Fatwa Mati
Buat Penghujat (edisi indonesia), Abdul Min'im Mushthafa Halimah, hal. 12)
Penjelasan
ini akan semakin lengkap dan kuat dengan beberapa riwayat berikut ini:
1. Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, beliau menuturkan, pernah
ada seorang lelaki buta memiliki seorang budak wanita, dan budak ini mengandung
anaknya. Ia sering sekali mencaci Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan
mencelanya. Lelaki tadi melarangnya, namun wanita tersebut tidak mau berhenti;
dan dia mencegahnya, namun budak wanita tadi tidak bisa dicegah. Kemudian pada
suatu malam wanita tadi mencela Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan
mencacinya. Maka si lelaki tadi mengambil Mighwal (pedang tipis) dan
meletakkannya di atas perut wanita tadi, lalu menindihnya sehingga dia
terbunuh. Tapi bersamaan dengan kematiannya, bayi yang ia kandung keluar dari
kedua selangkangan kakinya. Farji perempuan itu penuh dengan darah. Esoknya,
kejadian itu disampaikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Lalu beliau mengumpulkan para sahabatnya dan bersabda, "Aku
bersumpah kepada Allah untuk mencari lelaki yang telah melakukan apa yang
dilakukannya, dan aku berkewajiban untuk menghukumnya, kecuali jika dia
memberikan hujjah."
Kemudian
seorang lelaki buta datang dan berjalan melewati orang-orang dengan badan
gemetar sehingga ia duduk di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Sejenak dia berkata, "Ya Rasulullah, aku-lah pemilik budak itu. Dia
selalu mencaci dan mencelamu. Telah kularang dia, tapi tetap saja dia tidak mau
berhenti. Dan telah kucegah dia, tapi dia tidak dapat dicegah. Aku memiliki dua
orang anak dari hubunganku dengannya seperti dau buah permata, dan dia pun
sangat sayang padaku. Namun semalam, dia kembali mencaci dan mencelamu. Lalu
kuambil pedang dan kuletakkan di atas perutnya. Kemudian kutindih dia sehingga
dia mati terbunuh."
Mendengar
kesaksiannya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Saksikanlah
oleh kalian semua bahwa darahnya tumpah sia-sia." (HR. An-Nasa'i
dan Abu Dawud)
2. Ibnu 'Abbas berkata, "Seorang wanita dari kabilah
Khathamah, bernama Asma' binti Marwan, mengejek nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melalui syairnya. Mendengar ejekan tadi, Nabi berkata kepada
para sahabatnya, "Siapa yang siap menyelesaikan urusan wanita itu
untukku?" Seorang lelaki bernama Umair bin Adi bin Al-Khatami
berdiri, "saya"
Lalu
ia pergi mencari wanita tadi dan lalu membunuhnya. Setelah menyelesaikan
tugasnya, dia langsung kembali dan melaporkan kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam. Beliaupun kemudia bersabda, "Kambing betina
sudah tidak bisa lagi menanduk."
Umair
lalu menuturkan, "Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berpaling
kepada para sahabat yang ada di sekelilingnya, dan kemudian berkata, "Apabila
kalian ingin melihat seorang lelaki yang menolong Allah dan Rasul-Nya secara
diam-diam dan tidak diketahui orang, maka lihatlah kepada Umair bin Adi."
(Disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah dalam Ash-Sharim Al-Maslul, hlm. 95)
3. Nabi shallallahu 'alihi wasallam pernah bersabda;
"Siapa yang bersedia membereskan Ka'ab bin Asyraf? Dia telah
menyakiti Allah dan Rasul-Nya!" Maka berdirilah Muhamamd bin
Maslamah dan berkata, "Apakah engkau suka bila aku membunuhnya, Wahai
Rasulullah? Beliau menjawab, "Ya". (Muttafaqun 'Alaih)
4. Abu Bakar Ash-Shiddiq menulis surat kepada Muhajir bin Abu
Rabi'ah, berkenaan dengan perkara seorang wanita yang menyanyikan sya'ir berisi
penghinaan terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (Setelah beliau
wafat). Surat itu berbunyi, "Seandainya engkau tidak mendahuluiku
membereskannya, niscaya aku akan memerintahkan kamu untuk membunuhnya. Karena
hukum pidana atas orang yang menghina para nabi tidaklah serupa dengan hukum
pidana yang lain. Barangsiapa yang berani melakukan penghinaan terhadap Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam, maka dia menjadi murtad apabila dia seorang
muslim, dan menjadi kafir harbi yang khianat, apabila dia seorang kafir
dzimmi."
Imam
Mujahid menuturkan, "Suatu ketika, seorang lelaki yang mencaci Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dibawa di hadapan Umar bin Khaththab, lantas Umar membunuhnya.
Setelah itu dia berkata, "Barangsiapa yang mencaci Allah atau mencaci
seorang nabi, maka bunuhlah dia." (Dinukil dari kitab "Fatwa Mati
Buat Penghujat", Abu Bashir, hlm. 49)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar